Jumat, 15 Januari 2010

Peledakan Bukan Teroris

Di kawasan yang berdekatan dengan pertambangan, andesit, batu bara, ataubahkan emas misalnya, mungkin sering merasakan getaran atau mendengar suara dentuman di waktu siang atau sore hari. Getaran atau dentuman itu berasal dari suatu ledakan yang telah dirancang untuk menghancurkan suatu batuan atau lapisan penutup suatu endapan bahan galian.

Dalam industri pertambangan, peledakan telah dikenal luas dan sangat diperlukan guna memberikan kemudahan bagi alat-alat berat untuk menggali lapisan batuan. Memang ada juga pertambangan yang tidak memerlukan peledakan untuk mengekploitasi sumber-sumber alamnya. Misalnya tambang timah di pulau Bangka, tambang pasir di daerah Cianjur Sukabumi, atau tambang nikel di Sulawesi. Namum pada umumnya, tambang-tambang di Indonesia membutuhkan proses peledakan untuk menunjang produktivitasnya.

Anda mungkin akan bertanya, apa gunanya proses peledakan di tambangtambang dan apakah tidak berbahaya bagi manusia, atau lingkungan? Peledakan merupakan salah satu proses dari sekian banyak proses penambangan yang ada. Tahap-tahap dalam kegiatan pertambangan secara garis besar dimulai dengan kegiatan ekplorasi, yakni kegiatan mencari hingga menganalisis suatu sumber daya alam yang terdapat di dalam lapisan bumi. Kemudian setelah diketahui keberadaan suatu sumber daya mineral dan dinyatakan ekonomis mulailah kegiatan ekploitasi dimulai. Di dalam kegiatan ekploitasi inilah kegiatan peledakan dibutuhkan untuk menghancurkan atau membongkar lapisan batuan inti. Bila lapisan batuan inti tidak dihancurkan terlebih dahulu maka alat-alat gali tidak mampu menggali secara maksimal.

Peledakan adalah kegiatan yang berbahaya karena menggunakan bahan-bahan peledak dengan kekuatan cukup besar. Oleh karena itu tidak semua orang bias melakukannya. Setiap orang yang bekerja di dalam suatu kegiatan peledakan harus mendapat ijin dari Departemen Pertambangan dan Energi dan minimal telah mempunyai sertifikat juru ledak kelas II.

Di pasaran mungkin kita mengenal bahan peledak yang terbagi menjadi bahan peledak militer dan bahan peledak industri. Atau menurut Anon (1977) bahan peledak terbagi atas high explosive (berdaya ledak uat/besar), low explosive (berdaya ledak lemah/rendah), dan blasting agent. TNT dan Dinamit adalah contoh bahan peledak kuat, sedangkan ANFO digolongkan sebagai blasting agent. Hampir semua industri pertambangan menggunakan bahan peledak ANFO atau emulsion dan menggunakan booster sebagai bahan peledak kuat untuk memicu ANFO atau emulsion meledak.

Untuk meniadakan resiko bahaya yang besar, kegiatan peledakan diawali dengan proses perencanaan, kemudian persiapan, pelaksanaan , dan evaluasi.

Pada proses perencanaan, aspek-aspek teknis tidak saja diperhitungkan tetapi juga dinilai apakah hasil peledakan akan berbahaya bagi manusia atau lingkungan. Untuk tambang-tambang skala kecil rata-rata pemakaian bahan peledak juga kecil, tetapi untuk tambang dengan skala besar bahan peledak yang dibutuhkan rata-rata dapat mencapai 50-100 ton per hari. Bisa dibayangkan kekuatan daya ledak bahan peledak dengan jumlah sebesar itu walaupun hanya berupa bahan peledak lemah. Juga gelombang energi yang dihasilkan kemungkinan dapat dirasakan oleh manusia dalam radius lebih dari satu kilometer. Mungkin bahan peledak yang menghebohkan ibu kota dalam tahun-tahun terakhir ini hanya satu per seratus ribu kilo dari kebutuhan bahan peledak tambang-tambang skala besar. Bayangkan!

Peledakan yang benar tentu saja berusaha meniadakan resiko terhadap manusia dan lingkungan. Terhadap manusia misalnya, bagaimana agar peledakan tidak menghasilkan batu-batu terbang (fly rock) dan tak terkendali sehingga dapat mengenai manusia, alat, maupun prasarana lain. Batu-batu terbang ini terjadi karena desain atau pelaksanaannya tidak memenuhi beberapa criteria. Misalnya bahan peledak yang digunakan berlebihan, atau bahan peledak tidak terkungkung dengan cukup rapat.

Terhadap lingkungan, peledakan tidak menghasilkan getaran yang dapat merubuhkan rumah atau bangunan lain. Getaran yang berlebihan dari hasil peledakan dapat saja terjadi bila bahan peledak meledak bersama-sama dengan jumlah besar sehingga menimbulkan getaran gelombang dengan skala yang besar pula. Untuk menghindari hal ini, juru ledak (shotfire) akan menghindari peledakan dengan jumlah besar dan dalam waktu yang sama. Artinya ia akan meledakan satu demi satu atau menggunakan pengatur waktu. Akibatnya rumah-rumah atau bangunan yang berdekatan dengan daerah peledakan akan relatif aman dari pengaruh getaran hasil peledakan.

Peledakan yang buruk juga akan mencemari udara karena adanya gas beracun yang dihasilkan. Gas beracun ini dapat saja berupa CO atau NOx sehingga berbahaya bagi mahluk hidup. Gas-gas beracun ini dapat dihilangkan dengan melakukan pencampuran bahan-bahan peledak secara benar.

Kegiatan peledakan di lingkungan pertambangan di mulai dengan kegiatan pemboran lubang dengan diameter antara 3 - 12 inch dan kedalaman 5 - 25 meter. Lubanglubang ini dinamakan lubang ledak. Diameter dan kedalamannya umumnya bervariasi tergantung kebutuhan masing-masing tambang. Bahan peledak yang dipakai juga bervariasi tergantung dari kedalaman dan diameter lubang ledak. Untuk tambang-tambang skala besar misalnya, diameter yang digunakan biasanya 9 - 12 inch dengan kedalaman lebih dari 15 meter. Sehingga bahan peledak yang diperlukan berkisar antara 300 - 750 kg tiap lubang.

Tiap-tiap lubang ledak berisi detonator, booster, dan bahan peledak. Denotanor berfungsi untuk meledakkan booster yang akan memicu bahan peledak seperti ANFO meledak. Tanpa detonator dan booster, bahan peledak tidak akan meledak. Mengapa demikian?

Sistem peledakan mirip dengan sistem penyalaan api. Untuk menyalakan api, kita mulai dengan sebuah korek api yang dihadapkan pada sebuah kertas yang mudah terbakar. Kertas yang terbakar akan menyediakan cukup panas untuk membakar kayu bakar dan pada gilirannya menyediakan energi yang lebih untuk memulai proses pembakaran kayu. Seperti kayu, bahan peledak juga memerlukan sejumlah besar energi untuk memulai peledakan. Dan untuk keselamatan, energi harus ditingkatkan secara progresif. Titik awal untuk peledakan dimulai dari detonator. Suatu detonator dengan sendirinya dapat menyediakan energi yang cukup untuk memicu suatu peledakan, oleh karena itu diperlukan suatu langkah penghubung - suatu bahan peledak yang dapat diawali oleh detonator dan mempunyai cukup energi untuk memulai peledakan yaitu sebuah booster. Booter inilah yang meledakan bahan peledak atau kertas yang membakar kayu. Lubang ledak, detonator, booster, dan bahan peledak tidak cukup untuk membongkar batuan inti. Kesemuanya itu memerlukan sebuah ruang yang terkungkung dengan cukup rapat agar energi dapat tersalurkan untuk memecah batuan.

Oleh karena itu lubang ledak yang telah diisi bahan peledak lalu di timbun dengan bahan-bahan material lain seperti pasir, tanah, atau batu kerikil. Kesemuanya itu bila dilakukan dengan baik dan benar akan menghasilkan daya ledak yang besar dan energi yang cukup untuk membongkar batuan tetapi tidak untuk mencederai manusia atau merubuhkan bangunan yang berada di sekeliling lokasi peledakan. Hanya saja keamanan dan keselamatan harus selalu dijaga dan dikontrol dengan ketat agar apa yang diinginkan dapat berjalan sesuai rencana. Sehingga, orang lain tidak perlu kuatir dan kaget lagi bila mendengar suara ledakan yang berasal dari lokasi peledakan di daerah pertambangan.

(Sumber Majalah Pertambangan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar